Minggu, 07 September 2008


Sebagian besar umat Islam di dunia menyambut Ramadhan dengan suka cita dan menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat Tarawih. Namun berbeda dengan masyarakat muslimm China di Xinjiang. Pemerintah China melarang muslim Uighur melaksanakan ibadah Shalat Tarawih secara berjamaah, karena khawatir akan menimbulkan ketegangan dan merusak keharmonisan hubungan sosial.

Larangan itu disampaikan Pemerintah China sejak Jum’at (5/9) lalu. Dalam pernyataannya seperti dikutip situs pemerintah China, Pemerintahan China beralasan pelarangan itu untuk mencegah para pemeluk agama tertentu mengadakan perkumpulan dalam skala besar yang berpotensi memanaskan keadaan, kata pemerintah China seperti dilansir oleh AFP baru-baru ini.

Di beberapa daerah di Xinjiang, Pemerintah lokal juga melarang wanita muslimah memakai cadar dan para laki-laki muslim menggenakan kain sorban.

Memasang iklan atau pengumuman-pengumuman mengenai bulan suci ramadhan di tempat-tempat publik juga ikut dilarang di beberapa daerah di Xinjiang, termasuk mengedarkan rekaman video, menyiarkan rekaman Al Quran dengan loudspeker dan penggunaan beduk atau drum khusus dalam festival menyambut Ramadhan juga ikut dilarang.

Menanggapi perlakukan pemerintah China tersebut, Jubir Konggres Uighur Internasional Dilxat Raxit, mengatakan bahwa larangan-larangan yang diterapkan pemerintah China terhadap muslim Uighur hanya akan meningkatkan tensi ketegangan pada kaum muslim di Xinjiang.

"Ini pelanggaran serius yang menodai hak asasi manusia untuk memiliki suatu keyakinan tertentu," kata Raxit di pengasingannya di Jerman. Di sisi lain, menurutt Raxit, pelarangann itu hanya akan berbuah semakin memperuncing konflik di Xinjiang.

Muslim Uighur adalah kelompok minoritas muslim di wilayah Xinjiang China bagian Barat Daya. Jumlah mereka sekitar 8 juta jiwa. Sejak tahun 1955, Xinjiang memiliki otonomiii sendiri, namun kawasan ini terus menerus menjadi target pengawasan aparat keamanan China.

Bagi pemerintah China, kawasan ini memiliki posisi yang sangat strategis karena lokasinya yang terletak dekat dengan Asia Tengah, kawasan yang menjadi sumber cadangan gas dan minyak. [syarif/afp/iol/www.suara-islam.com]

Selanjutnya......



Selama bulan ramadhan penjualan Al Quran meningkat dratis. Al Quran menjadi buku terlaris ke-8 yang paling banyak terjual di Perancis. “Kami menjual antara 10 hingga 15 mushaf Al Quran setiap harinya di bulan Ramadhan,” kata Ali Al-Maghori, seorang warga Perancis keturunan Arab yang memiliki toko buku di Paris.
Selama bulan puasa, umat Islam di Perancis didorong untuk lebih dekat dengan Allah Swt. Salah satunya dengan cara memperbanyak membaca Al Quran. Sehingga penjualan Al Quran meningkat dratis di hampir seluruh tokoh buku Islamis di Perancis.

Menurut Ali Al-Maghori, Al Quran yang paling diminati adalah jenis Al Quran saku, karena mudah dibawa kemana-kemana dan ukurannya tidak terlalu besar.

Berdasarkan suvey Majalah Livre Hebdo, yang khusus merangking penjualan buku-buku di pasar yang paling diminati, penjualan Mushaf Al Quran menempati urutan ke-8 sebagai buku terlaris selama bulan Ramadhan.

Selain Al Quran, buku bacaan Islami tentang tata cara sholat dan berpuasa juga menjadi buku-buku yang paling dicari oleh kaum muslimin di Perancis, khususnya di Paris, Bellevile dan Paribas.

[syarif/iol/www.suara-islam.com]

Selanjutnya......

Selasa, 02 September 2008

Kesepakatan Para Ulama Menyikapi FPI DAN AKKBB


1. MENGHARAPKAN KEPADA PEMERINTAH UNTUK BERSIKAP TEGAS TERHADAP PENISTAAN AGAMA YANG DILAKUKAN OLEH KELOMPOK AHMADIYAH DAN MEMBUBARKAN KELOMPOK AHMADIYAH

2. MENGAJAK KEPADA KAUM MUSLIMIN INDONESIA UNTUK MENJAGA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA DENGAN MENINGKATAN UKHWAH ISLAMIYAH DAN UKHWAH WATHONIYAH

3. KAMI PARA ULAMA DAN HABAIB MENDUKUNG PEMERINTAH UNTUK MEMBERI PENJELASAN KEPADA UMAT APABILA AHMADIYAH DIBUBARKAN UNTUK TIDAK BERSIKAP ANARKIS

4. MENGAJAK KEPADA UMAT DAN BANGSA INDONESIA UNTUK MENJAGA KEDAMAIAN SEPERTI YANG DICONTOHKAN OLEH ROSULULLAH SAW

5. BERHARAP KEPADA SELURUH PIHAK UNTUK MENAHAN DIRI DARI MENCACI MAKI DAN SIKAP PROVOKATIF TERHADAP KAUM MUSLIMIN.

6. MENGAJAK KEPADA UMAT ISLAM UNTUK MERAPATKAN BARISAN AGAR TIDAK MUDAH DIADUDOMBA

7. HATI-HATI TERHADAP BAHAYA LATIN KOMUNIS

8. HATI-HATI TERHADAP ZIONIS YAHUDI

9. MENGHARAPKAN AGAR UMAT NON MUSLIM TIDAK MENCAMPURI URUSAN UMAT ISLAM

10. MENGHARAPKAN MEDIA BERSIKAP ADIL DALAM HAL PEMBERITAAN MENGENAI PERSOALAN ANTARA FPI DAN AKKBB

Ulama yang Hadir & Menandatangani Kesepakatan ini :

1. Ustad Jefri Al Bukhori

2. Ustad Aswan Faisal

3. Ustadzah Dra. Hj. Tatu Mulyana

4. Hj. Pipik Dian Irawati

5. KH. Ahya Ansori

6. KH. Abu Deedad (WK. Komnas PBP Majelis Ulama Indonesia)

7. KH. Mujib Khudori

8. Aa Reza (Majelis Dzikir Baitul Ikhlas)

9. Drs. Muslih (Pengasuh Ponpes Baitul Jurad)

10. Ustad. Cilik Guntur Bumi (Ponpes Silaturahmi)

11. Ustad Subkhi Al Bughury

12. Ustad Koko Liem (DAI TPI)

13. Ustad Zaky (DAI TPI)

14. Ustad Iwan Zawani (Majelis Az Zikra)

15. Habib Abdurrahman

16. Habib Ahmad Hamid Aidid

17. Ustad Ahmad

18. Ustad Amiruddin

19. Ustad Syarif Hidayat

20. Ustad Munif

21. Drs. H. Royhan Sabuki (Ponpes Madinatul Ilmi - Ciputat)

22. Rosa Fariza Maharani (Jamaah Al Mawadiyah)

23. Hj. Elis Royhan

24. Hj. Nawwal Ismail Modal

www.ujecentre.com

Selanjutnya......

Muslim Palestina Menjalani Puasa Dalam Suasana Blokade Ekonomi


Umat Islam di Palestina menyambut kedatangan Ramadhan dengan berbagai keluhan dan dalam kondisi semakin memburuknya taraf kehidupan masyarakat. Di Gaza, masyarakat muslim kebanyakan mengeluhkan kelangkaan kebutuhan bahan-bahan pokok karena isolasi Israel sejak tahun lalu, disamping kenaikan harga-harga barang akibat kurangnya suplai barang.

Sementara di Tepi Barat, warga mengeluhkan sikap aparat keamanan Pemerintah PLO yang membatasi aktivitas muslimin menjalankan kegiatan ibadah di bulan Ramadhan, melalui penutupan sejumlah masjid dan pelarangan melakukan kegiatan itikaf.

Iman Ummu Ali (27 tahun), muslimah asal Tepi Barat menceritakan kondisi Tepi Barat bagi keamanan kaum perempuan di saat bulan Ramadhan. Iman mengaku terpaksa harus sholat tarawih di rumahnya, karena pihak aparat keamanan di Tepi Barat menutup ruang sholat khusus bagi wanita di sejumlah masjid dekat rumahnya. Menurut Iman, penutupan itu karena masjid itu dituduh milik kelompok Hamas.

Iman juga mengatakan perempuan yang nekat melakukan shalat Tarawih di malam hari kadang berbuntut penangkapan tidak hanya yang bersangkutan tapi juga keluarganya.

Menurut pengakuan Iman, aparat keamanan di bawah PLO secara sengaja sering menyebarkan berita-berita fitnah dan desas-desus kepada keluarga mertua, untuk menurunkan citra seorang muslimah tertentu yang menjadi target aparat keamanan, umumnya mereka wanita-wanita yang dicurigai menjadi bagian dari kelompok Hamas.

Berbeda dengan para kaum wanita yang mengkhawatirkan penangkapan, Muhammad Abdul Fattah (33 tahun, berprofesi sebagai guru) mengeluhkan sulitnya memperoleh surat-surat kelakukan baik dari pihak lembaga keamanan. Hal ini tidak saja dialami dirinya, tapi siapa saja yang dicurigai sebagai bagian dari aktivitas Hamas

Menurut Muhammad Abdul Fattah, Tepi Barat telah berubah menjadi mirip negara Polisi. Seluruh aktivitas warga harus sepengetahuan aparat keamanan, khususnya dinas intelijennya. Bahkan, untuk membuka daurah menghapal Al Quran saja harus seijin dari intelijen.

Mengenai kondisi ekonomi di Tepi Barat, Hibbah Muhammad mengeluhkan adanya kenaikan harga-harga kebutuhan barang pokok yang rata-rata mencapai 50 %. Menurut Hibbah, dirinya bersama dengan warga Tepi Barat lainnya telah berulang kali meminta kenaikan gaji kepada Pemerintah Palestina di Ramallah, tapi selalu ditolaknya dengan alasan anggaran yang tidak mencukupi.

Hibbah sangat heran terhadap perilaku pemerintah Ramallah yang menutup sejumlah LSM dan ormas Islam yang menyalurkan dana bantuan kepada para warga. Alasan pemerintah PLO, masalah pemberian bantuan kepada warga adalah tanggung jawab pemerintah bukan ormas atau yayasan tertentu. Hibbah menilai, sikap pemerintah Palestina itu dilatarbelakangi persaingan politik antara Hamas dan Fatah.

Jika pendistribusian bantuan kepada warga ditangani oleh Pemerintah PLO biasanya hanya dibagikan kepada orang-orang yang pro pemerintah saja, sementara warga muslim di Tepi barat yang menjadi anggota Hamas biasanya tidak mendapatkan jatah bantuannya.


Di Gaza

Kondisi yang sama juga terjadi di Gaza. Mayoritas penduduk Gaza mengeluhkan kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok dan tingginya , akibat blockade Israel..

Abu Ibrahim, salah satu pegawai di Gaza, kepada Ikhwanonline mengatakan meskipun telah dibantu oleh Pemerintah namun jumlah bantuan dan gaji itu sangat tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, karena tingginya harga-harga kebutuhan bahan pokok di Gaza akibat blokade ekonomi Israel.

Sebagai contoh, lanjut Ibrahim, sepotong keju kuning harganya saat ini mencapai 150 Sikel (sekitar 40 USD), padahal tahun lalu hanya 100 Sikel. Abu Ibrahim meminta agar blokade ekonomi Israel itu segera dibuka.

Sementara itu, Amal Abdurrahman (45 tahun) menyatakan akibat blokade ekonomi Israel seluruh suplai bahan kebutuhan pangan berasal dari Israel dan itu pun jumlahnya sangat sedikit.

“Israel mengingingkan penduduk Gaza tidak hidup tapi juga tidak mati,” kata amal kepada Ikhwanonline.

Selain masalah pangan, penduduk Gaza juga menghadapi kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan gas, listrik dan bensin karena sedikitnya suplai dari Israel. [syarif/ikw/www.suara-islam.com]

Selanjutnya......