Jumat, 13 Juni 2008

‘Penyerangan’ FPI Vs ‘Provokasi’ AKKBB

1 Juni 2008 di kawasan Monas (Monumen Nasional) Jakarta telah menjadi saksi aksi yang disebut-sebut oleh media massa sebagai kekerasan massa. 'Penyerbuan' FPI (Front Pembela Islam) atas kelompok AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) bukan tanpa sebab. Menyimak berita di berbagai media massa baik di televisi, internet, dan koran ternyata aksi ini menurut saya boleh dibilang 'wajar' meski disesalkan berbagai kalangan Islam.

Bentuk provokasi yang dilakukan oleh AKKBB cukup radikal karena menyebut "mereka yang menginginkan pembubaran Ahmadiyah adalah yang akan mengganti NKRI dan Pancasila." Setidaknya, ungkapan ini pernah saya dapatkan dari Komando Laskar Umat Islam, Munarman, SH, melalui acara di sebuah stasiun televisi (kalo nggak salah RCTI dan TV-One). Setelah mencari-cari di internet pun, ternyata memang ada petisi dari AKKBB yang diiklankan di media massa yang ditanda-tangani oleh beberapa tokoh. Yang, jika mencermati nama-namanya, para penandatangan yang diklaim mendukung AKKBB adalah orang-orang yang tentu saja sepemahaman dan sepemikiran dengan visi dan misi AKKBB.

So, sangat wajar mereka ada di sana karena selama ini pun nama-nama itu umumnya berada di garis 'pembela' sekularisme, pluralisme, dan tentu saja menginginkan liberalisme. Meski sebenarnya tidak liberal juga. Karena mereka masih merasa harus 'menyerang' orang yang berbeda pendapat dengannya. Atau.. setidaknya nama-nama ini meskipun tidak terang-terangan menyatakan pembelaan terhadap sekularisme, tapi terlihat dari cara pandang dan perasaannya (minimal mendukung petisi tsb.). Sebab, sudah sangat pasti bahwa apa yang dilakukan seseorang adalah sesuai dengan pemahamannya. Sederhana sekali bukan menilainya? Seharusnya semua orang tahu dalam menentukan penilainnya. Sebab, parameternya sangat mudah. Sehingga bisa dengan sangat gampang membagi kubu: mana yang salah dan mana yang benar menurut Islam. Oya, kebenaran itu tidak relatif. Tapi bisa dijangkau dengan akal. Logikanya begini: Saya bisa mengatakan dengan pasti ketika ditanya seseorang tentang jenis kelamin saya. Saya bisa menjangkau kebenaran itu. Bayangkan jika kebenaran relatif, mungkin ketika ditanya apa jenis kelamin, malah bingung: Masa' nanti bilang, "kadang laki kadang perempuan". Halah, ciloko!

Oke, ini opini saya, pendapat saya dalam masalah ini. Ada beberapa poin yang perlu dijelaskan berkaitan 'Insiden Monas' ini menurut pengetahuan dan analisis saya:

1. Kebenaran dengan kesalahan, kebaikan dan keburukan, hitam dan putih akan selalu berlawanan. Mungkin sebagian orang lebih memilih diksi "berpasangan". Tapi menurut saya, kebenaran pasti akan berhadapan dan selalu bertentangan dan menentang kesalahan. Begitupun sebaliknya. Itu sudah sunnatullah. Saya berani mengatakan bahwa mereka yang di AKKBB adalah salah. Sebabnya apa? Cara pandang. Saya gunakan standar Islam, karena sudah pasti kebenarannya. Sebabnya pula kebenaran hanya ada satu, tidak mungkin dua atau tiga. Dan kebenaran itu hanya ada pada Islam. Bukan yang lain. Kebenaran yang dimaksud dalam hal ini adalah akidah dan ideologi. Seluruh kaum muslimin wajib mengimani Allah Swt. sebagai penciptanya, dan Rasulullah Muhammad saw. sebagai utusan Allah Swt. Apa saja yang ditetapkan oleh Allah Swt. dan RasulNya, wajib ditaati dan tak boleh sama sekali ada pilihan lain. Allah Swt. berfirman (yang artinya): "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS al-Ahzab [33]: 36).

Menjadi sekular dan liberal dalam pemikiran maupun perbuatan yang menyebabkan dirinya terjerumus dalam cara pandang bukan Islam, bisa dipastikan sudah tersesat. Sekularisme jelas memisahkan antara agama dan kehidupan. Agama dan Tuhan hanya ada ketika seseorang berada di masjid atau tempat ibadah lain. Tapi Tuhan akan disingkirkan dalam aturan kehidupan. Maka, meski memiliki nama islami dan (suka) shalat, tapi ketika berpendapat dan berbuat malah menikam Islam, menohok Islam, dan menyerang Islam, ia sudah bisa dikatakan sekular; dan ini salah menurut Islam. Jelaslah, mereka yang menginginkan kebebasan bergama dan berkeyakinan adalah para pengusung propaganda liberalisme, padahal yang sedang diperjuangkannya, yakni pembelaannya terhadap Ahmadiyah adalah kesalahan. Sebab, Ahmadiyah dalam Islam sudah dianggap sebagai aliran sesat. Membela kesesatan tentu perbuatan yang salah menurut Islam. Lagipula, itu masalah internal kaum muslimin, mengapa turut campur? Wong, Gus Dur saja pernah marah kepada Muhaimin Iskandar, bahkan merasa harus menindak tegas karena kubu Muhaimin membawa-bawa atribut PKB. Lha, sekarang apa bedanya dengan Ahmadiyah? Untuk logika yang sama, Gus Dur sewajibanya juga melarang Ahmadiyah. Benar nggak sih? Kalo Ahmadiyah tidak membawa-bawa nama Islam, seperti agama lainnya, kaum muslimin tidak akan mengurus mereka dan mengingatkan mereka. Dibiarkan saja, yakni perlakuannya sama seperti kepada kaum Nasrani dan Yahudi dan pemeluk agama lain. Bahkan FPI yang menurut sebagian orang dianggap 'beringas' pun, saya tidak (belum) mendengar mereka merusak tempat ibadah agama lain. Jadi, menurut saya, yang terjadi kemarin itu adalah kebenaran vs kesalahan. Kaum muslimin yang benar-benar ingin selamat keislamannya harus menunjukkan dukungan dan sikapnya atas kebenaran Islam. Jangan meragukan apalagi tidak mempercayai Islam. Itu sebabnya, yang wajib dibela adalah kebenaran Islam. Bukan yang lain: bukan golongan atau seseorang. Tapi sekali lagi, yang wajib dibela dan diperjuangkan adalah kebenaran Islam.

1. Penyebutan kekerasan atau bukan kekerasan itu relatif. Tergantung sudut pandang. Benar. Menurut saya memang demikian. Artinya, tidak semua kekerasan itu salah, juga tidak semua kedamaian itu benar. Harus dilihat masalahnya terlebih dahulu. Apakah dalam peperangan kekerasan dianggap salah? Tidak selalu. Menurut Amerika, aksi mereka yang menyerang Afghanistan, itu benar. Karena merasa harus menumpas Al-Qaida yang menurutnya bersembunyi di sana setelah menuduh gerakan tersebut menghancurkan WTC pada tragedi 9/11. Tapi anehnya, begitu milisi Taliban atau rakyat Afghanistan melakukan perlawanan, dinilai oleh media mereka melakukan serangan dan kekerasan. Begitu pun ketika Israel menyerang rakyat Palestina dan menjajah negaranya, opini dunia umumnya yang terdengar nyaring tidaklah mengecam Israel, tapi menganggap aksi mereka sebagai upaya mempertahankan diri. Sebaliknya, ketika Hamas dan rakyat Palestina menyerang Israel, media massa menyebutkannya sebagai upaya pemberontakan dan penyerangan, tentu dengan kekerasan. Padahal, menurut rakyat Palestina, itulah bentuk perjuangan mereka melawan Israel. Sama halnya ketika rakyat Indonesia bangkit mengangkat senjata melawan penjajah Belanda, penjajah Belanda menyebut rakyat Indonesia yang berjuang melawan penjajahannya sebagai kaum ekstrimis alias pemberontak. Padahal, rakyat Indonesia yang melakukan perlawanan, dan tentu saja dengan kekerasan karena menggunakan senjata menyebutnya sebagai bagian dari perjuangan melawan penjajah. Jadi dengan demikian, kekerasan dan bukan kekerasan itu relatif. Tergantung sudut pandang. Maka, sebagai seorang muslim, sudut pandang yang wajib dijadikan ukuran hanyalah ajaran Islam. Bukan yang lain. Maka, untuk "Insiden Monas" itu, saya sendiri menilai itu 'kekerasan' yang sangat 'wajar'. Why? Seperti kata pepatah: "tak ada asap jika tak ada api". Artinya, suatu perbuatan pasti ada pemicunya. Akibat pasti didahului dengan sebab. 'Penyerangan' yang dilakukan massa FPI (karena setidaknya dari atribut yang dikenakan menunjukkan demikian) terhadap massa AKKBB karena berawal dari provokasi yang dilakukan massa AKKBB. Jadi, sangat wajar jika terjadi demikian.

1. Dalam ajaran Islam, dikenal tiga tahapan dalam melaksanakan nahyi munkar" (mencegah kemungkaran). Dakwah itu memang harus dilakukan demikian. Bukan hanya menyeru kebaikan. Tapi sekaligus mencegah kemunkaran. Risiko menyeru kebaikan seperti yang dilakukan banyak ulama "ngepop" saat ini tak terlalu besar. Bahkan sebaliknya mendapat sambutan hangat. Namun, jangan sampai kita lupa bahwa nahyi munkar juga wajib dilakukan. Soal risiko, memang lebih berat ketimbang amar ma'ruf. Dakwah akan kehilangan kemuliaannya manakala nahyi munkarnya dihilangkan. Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa melihat kemunkaran, hendaknya ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka hendaknya ia ubah dengan lisannya. Jika ia tidak mampu mengubah dengan lisannya, maka ubahlah dengan hati; dan ini adalah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim)

Mengubah dengan "tangannya" bisa bermakna ia melakukannya secara fisik mencegah kemunkaran tsb., atau bisa juga sebagai penguasa dengan kebijakannya dan keputusannya. Memang benar, bahwa mengubah kemungkaran bisa dengan hati. Tapi itu selemah-lemahnya iman. Jika mampu melakukannya dengan "tangannya", kenapa tidak? Apalagi negara juga kedodoran dalam masalah hukum. Seringkali hukum bisa dibeli oleh mereka yang punya jabatan dan uang banyak. Sudah menjadi rahasia umum jika perjudian yang dilarang itu, baik oleh negara—yang katanya negara hukum seperti yang disebutkan Presiden SBY saat wawancara dengan para wartawan kemarin—maupun oleh agama, tetap saja aktivitas haram itu berlangsung asal ada setoran dari pemilik usaha kepada para bodyguard yang seringkali adalah para oknum dari aparat keamanan. Maka, sangat wajar dilakukan oleh massa, atau siapa pun ia, untuk mengambil tindakan "anarkis" merusak tempat perjudian dan tempat maksiat lainnya setelah aparat keamanan (termasuk pemerintah) yang diajak untuk menutup tempat tersebut tak mengamini seruannya.

1. Sepertinya ada upaya terselubung untuk membekukan FPI atau gerakan sejenis. Saya merasa ada tangan-tangan intelijen yang bermain dalam kasus ini. Teknik "pancing-jaring" yang pernah dilakukan oleh intelijen di masa Orba kembali diperlihatkan. Para intelijen pasti sudah studi dan mendalami berbagai karakter gerakan. Setidaknya ini saya dapatkan dari sebuah makalah presentasi yang 'lolos' ke tangan saya tentang aktivitas intelijen. Apalagi gerakan seperti FPI kelihatannya sangat mudah untuk 'disusupi" dan "dipanas-panasi". Maaf, saya tidak menuduh kaderisasi dan rekruitmen anggota di FPI sangat longgar. Tidak, saya hanya melihat bahwa sangat mungkin intelijen main di sana. Sebab, dengan karakter gerakan 'sevulgar' FPI, bisa menjadi alasan intelijen untuk memainkan perannya. Bukan tak mungkin massa yang berseberangan dengan FPI dalam visi dan misi, yakni AKKBB, sudah 'diinstruksikan' untuk memancing aksi dari kawan-kawan FPI. Meskipun siapa tahu yang 'disuruh' berkoar-koar malah tidak sadar sedang mengundang aksi. Maka, terjadilah insiden itu. Apalagi polisi yang berjaga sedikit jumlahnya. Ini sekadar analisis saja, sebab dalam memahami sebuah fakta harus menyeluruh dan menyertakan berbagai asumsi. Ini kemungkinan yang saya curigai. Jadi, mohon maaf jika analisis saya ini benar. Pesan atas komentar ini dari saya adalah: waspadalah terhadap segala upaya penyusupan para intelijen atau orang-orang yang membenci perjuangan kebenaran Islam ini. Rapikan shaf perjuangan kita. Barisan harus diperbaiki lagi dan percaya saja dengan pertolongan Allah. Jika pun FPI harus dibekukan, saya justru sangat yakin bahwa akidah dan ideologi yang tertanam di dada kaum muslimin yang ikhlas berjuang tak akan pernah berhenti berkobar dan kembali melakukan perjuangan. Saya sangat yakin akan hal itu. Penjara dan pembubaran bukanlah solusi mendasar yang dilakukan pemerintah, bahkan pembunuhan pun bukan solusi untuk menghentikan perjuangan tersebut, karena sebagaimana Khalid bin Walid ketika melancarkan psywar kepada Jenderal Rustum dari Romawi: "Aku akan kirimkan pasukan yang mencintai kematian, sebagaimana pasukan kalian yang mencintai hidup". Semoga seluruh kaum muslimin yang berjuang tetap istiqamah dalam membela kebenaran Islam. Jangan takut apalagi merasa rendah diri. Tunjukkan kemuliaan kita. Meski sebagian kalangan mengatakan bahwa citra Islam akan buruk setelah aksi ini, tapi menurut saya, hal itu tergantung siapa yang mengatakannya. Saya pun yakin, saat ini umat Islam bisa melihat fakta. Karena berita tidaklah hanya disetir dari satu tangan saja. Sekarang cukup banyak informasi yang menjadi pilihan untuk diambil dan diyakini kebenarannya.

1. "Insiden Monas" ini jangan membuat kaum muslimin terpecah kekuatannya. Satukan langkah untuk membela Islam dan menghancurkan kekufuran. Jika di Cirebon dan Yogyakarta kantor FPI dirusak massa, dan menurut berita ada dari kalangan santri yang melakukan aksi perusakan itu, sebaiknya tidak terjadi lagi. Kaum muslimin harus membela kebenaran Islam, bukan membela seseorang atau kelompok. Apalagi seseorang tersebut, meskipun dianggap tokoh Islam tapi kelakuannya sama sekali tidak mencerminkan seorang muslim karena malah mensyiarkan kekufuran (sekularisme, pluralisme, demokrasi, liberalisme dan sejenisnya). Padahal, kepribadian Islam seseorang itu hanya bisa dinilai dari pemikiran dan perasaannya yang sesuai dengan Islam. Cinta dan benci atas dasar ukuran ajaran Islam, berani dan takut atas ketetapan yang diwajibkan Islam. Maka, 'menghajar' sesama kaum muslimin yang berjuang untuk Islam, sama saja dengan menghalangi dakwah Islam. Yang wajib dilawan adalah kekufuran. Mereka yang menyebarkan faham liberalisme, sekularisme, pluralisme adalah 'perpanjangan tangan' dari musuh-musuh Islam. Alamatkanlah rasa marah dan benci kepada mereka, bukan kepada kaum muslimin yang berjuang membela kebenaran Islam. Memang, perjuangan secara fisik bukanlah tujuan utama, mungkin saja itu tujuan akhir. Setelah sebelumnya kita dialog, kita sebarkan pemahaman Islam baik secara lisan maupun tulisan. Jika mereka tidak sadar, bisa kita biarkan saja tak usah dipedulikan. Tapi, bagi teman-teman yang menginginkan cara secara fisik untuk 'melumat' mereka, silakan jika itu yang dianggap lebih baik. Saya tidak menganjurkan kekerasan, tapi kadang sikap "bebal" dan melawan Islam, harus dibungkam dengan tindakan fisik. Sekali-kali mungkin perlu. Karena yang terpenting kemuliaan Islam harus tetap terjaga dan selalu kita jaga. Hal itu sama seperti kita mengajarkan kebaikan kepada anak kita, tapi ternyata anak kita tidak mau melaksanakan shalat dan melawan kita, padahal ia sudah mulai memasuki usia baligh, maka memukul kaki anak kita demi menunjukkan ketegasan pelaksanaan hukum bukanlah kekerasan. Tapi bagian dari tanda cinta. Jika teman-teman FPI melakukan itu kepada para aktivis dan pendukung AKKBB, seharusnya disikapi dengan lapang dada sebagai bentuk peduli dan cinta. Sebab, jika tidak peduli dan tidak cinta, buat apa mengingatkan, buat apa memberi pelajaran. Justru inilah yang diajarakan dalam Islam, bahwa agama bukanlah semata masalah individu, tapi tanggung jawab masyarakat dan negara. Jadi harus saling mengingatkan jika ada yang keliru. Berbeda dengan demokrasi yang menganggap agama adalah urusan individu. Namun perlu dikritisi juga, jika memang demokrasi sepakat bahwa agama adalah urusan individu, maka pemeluknya TIDAK BOLEH mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama atau keyakinannya. Mungkinkah? Sangat tidak mungkin. Jika sudah mengajak orang lain, maka wilayahnya bukan lagi individu, tapi masyarakat dan negara—dan itu aturannya lain lagi. Maka, kaum muslimin keras terhadap Ahmadiyah karena ajaran ini sudah sesat. Harus diingatkan diselesaikan persoalannya. Maka, ketika AKKBB membela Ahmadiyah, wajar dong jika mengundang marah kaum muslimin, khususnya teman-teman dari FPI. Betul tidak?

1. Ada rekayasa global dalam "insiden" kecil yang dibesar-besarkan ini. Kaum muslimin harus percaya bahwa asing, khususnya Amerika tengah melancarkan aksinya untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dulu, untuk mengesankan bahwa Indonesia 'sarang' teroris, direkayasalah dengan maraknya pemboman sambil menuduh nama-nama yang 'bernuansa' Islam sebagai pelakunya. Noordin M Top sampai sekarang katanya masih diuber meski sudah mulai dilupakan. Saya berkeyakinan sangat kuat, ya paling nggak 90 persen lah bahwa ia adalah intelijen CIA. Ini dugaan kuat saya saja. Kalo meleset dikit harap dimaklumi karena saya bukan yang menyuruh dia atau dirinya. Hehehe... Sebab, anehnya tuh Si "M Top" ini nggak pernah bisa ketangkep, gitu lho. Yang ditangkep adalah orang-orang lain macam Imam Samudra, Amrozi dkk. (yang besar kemungkinan mereka adalah korban atau dikorbankan begitu saja—sesuai skenario teknik "pancing jaring"). Ini yang pinter M Top atau intelijennya yang payah? Atau sebenarnya para intelijen atas 'titah' dari intelijen asing sedang membuat film ala Hollywood dengan bintang film Noordin M Top untuk nyebarin opini sesat tentang Islam? Allahu'alam.

Dalam "Insiden Monas", saya sendiri menganalisis dan menduga kuat ada tekanan dari asing untuk melucuti kekuatan Islam, dan mengamankan para pejuang liberalisme, sekularisme, pluralisme, kapitalisme dan demokrasi. Ahmadiyah itu sudah jelas sesat, mengapa masih ada pihak-pihak yang membelanya? Kembali ke poin 1, bahwa kebenaran pasti akan berhadapan dengan kesalahan.

1. Kaum muslimin wajib menyatukan visi dan misi perjuangan, yakni mengkampanyekan, mendakwahkan, dan memperjuangkan institusi Islam, yakni Khilafah Islamiyah. Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin an-Nabhani mendefinisikan Daulah Khilafah Islamiyah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia (Imam Taqiyyuddin an-Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam, hlm. 17).

Islam adalah agama sempurna yang tidak hanya mengatur aspek ibadah ritual, namun juga mengatur aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara seperti aspek politik, ekonomi, pendidikan, militer, dan budaya. Karenanya wajar bila Islam mewajibkan eksistensi negara untuk merealisasikan semua aturan tersebut, sebab tanpa negara mustahil segala aturan bernegara dan bermasyarakat itu dapat terwujud (Imam al-Mawardi, al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 5; Abu Ya'la, al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 19.)

Dengan demikian, masalah Ahmadiyah, masalah JIL, AKKBB, atau gerakan penyeru kekufuran lainnya insya Allah akan mudah ditangani oleh Daulah Khilafah Islamiyyah. Demokrasi? Hmm... lihat saja sekarang, demokrasi tak akan mampu membereskan masalah ini, bahkan makin menyuburkan problem baru bagi kaum muslimin. Mulai sekarang, campakkan kesetiaan dan kepercayaan kepada hukum selain Islam, karena dengan cara begitu "ikatan" kita dengan sistem ini akan putus dan musnah sehingga kita terbebas dari belenggu kekufuran. Maka, segera putuskan kepercayaan kepada kapitalisme, sekularisme, demokrasi dan sejenisnya. Lalu, ikatkan pikiran dan perasaan kita hanya kepada aturan Islam. Bukan yang lain. Kaum muslimin harus segera sadar jika hidup ingin berubah. Mari siapkan tenaga, pikiran, dan waktu kita untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Indonesia tak akan bisa berdiri kokoh hanya dengan menerapkan syariat Islam, tapi tanpa diwujudkan dalam bentuk pemerintahan di bawah naungan Khilafah Islamiyah. Sebab, perjuangan dakwah kita haruslah: liistinafil hayatil islamiyyah, bi iqomatil khilafa [melanjutkan kehidupan Islam, dengan mendirikan Khilafah]. Jadi, seluruh gerakan Islam sewajibnya mengobarkan seruan penegakkan Khilafah Islamiyah ini, jika ingin lepas dari penderitaan yang tak kunjung berakhir di bawah naungan demokrasi. Harus dilakukan inqilabiyyah (revolusi) bukan islahiyah (perbaikan). Maka, segera ganti sistem kapitalisme-demokrasi dengan Islam sebagai ideologi negara yang diterapkan aturannya di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

Ini saja, sekadar komentar dan analisis sederhana dari saya yang menilai bahwa Islam harus diperjuangkan. Kaum muslimin harus mencintai Islam dengan sepenuh hati. Tinggalkan hawa nafsu kita yang tetap ingin membela demokrasi, sekularisme, pluralisme, dan liberalisme. Membela kekufuran hanya mendapat kecaman dari Allah Swt.

Firman Allah Swt. (yang artinya): "Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS al-Maaidah [5]: 50)

Dalam ayat lain, Allah Ta'ala berfirman (yang artinya): "Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (QS Thahaa [20]: 124)

Sementara mereka yang membela Islam, akan mendapatkan pujian tertinggi dari Allah Swt. Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya): "Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri (kaum muslimin)?" (QS Fushshilat [41]: 33)

Belajar dari kasus "Insiden Monas" ini, jika suatu saat masih bisa dicari jalan dialog dan argumentasi ilmiah dalam melawan kekufuran tersebut, mari kita sama-sama lakukan. Tapi, jangan kaget jika para pejuang kekufuran lebih menginginkan cara-cara yang mengundang "anarkisme", bukan tak mungkin jika kaum muslimin akan membuat kejadian serupa terulang di kemudian hari. Bukan tak mungkin. Saya tidak mendukung dan menganjurkan kekerasan, tapi kadang "arogansi" dari para pembela kekufuran perlu juga sekali-kali diberi 'kejutan'.



Salam perjuangan dan kemenangan ideologi Islam,
O. Solihin

nb pengambil artikel: "Pemerintah yg tidak tegas jg bisa menjadi penyebab insiden ini"

Selanjutnya......

Kamis, 05 Juni 2008

Lima Perkara Tolak Ahmadiyah

Habib Muhammad Rizieq Syihab Lc MA

Ketua Umum Front Pembela Islam/Ketua Rabithoh ‘Alawiyah dan Anggota Majelis A’la Dewan Imamah Nusantara serta Kandidat Doktor Bidang Syariah di Universiti Malaya.

Membaca tulisan Shamsir Ali di Republika, Jumat (23/5), yang berjudul Ahmadiyah Menjawab , saya memandang perlu menanggapinya karena penuh dengan penipuan dan penyesatan. Shamsir hanya mengemukakan sejumlah persamaan antara Ahmadiyah dan Islam sambil menyembunyikan segudang perbedaan keduanya.

Lalu, dia mengambil kesimpulan Ahmadiyah sama dengan Islam. Padahal, antara Ahmadiyah dan Islam tidak berarti bahwa Ahmadiyah itu sama dengan Islam, sebagaimana banyaknya persamaan antara monyet dan manusia tidak berarti monyet itu sama dengan manusia.

Saya akan menyoroti tulisan Shamsir terkait lima persoalan.

Pertama, soal kenabian. Ahmadiyah memang mengakui Muhammad SAW nabi dan rasul, tapi Ahmadiyah tidak mengakuinya sebagai penutup para nabi. Ahmadiyah mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai Khaatamun Nabiyyiin, tetapi dengan makna stempel para nabi atau semulia-mulianya para nabi, bukan dengan arti penutup para nabi. Kalaupun Ahmadiyah terkadang menerima Muhammad sebagai penutup para nabi, dibatasi hanya nabi yang membawa syariat yang ditutup, sedang nabi yang tidak bawa syariat tetap ada sampai akhir zaman.

Dalam kitab Tadzkirah hal 493 baris 14 tertulis bahwa Mirza Ghulam Ahmad (MGA) dijadikan sebagai rasul dan di hal 651 baris ketiga tertulis bahwa Allah memanggil MGA dengan panggilan Yaa Nabiyyallaah (Wahai Nabi Allah). Shamsir Ali pura-pura memuji Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang istimewa dan termulia, padahal dalam kitab Tadzkirah hal 192, 368, 373, 496, dan 579 disebutkan bahwa MGA makhluk terbaik di alam semesta yang mendapat karunia Allah yang tidak pernah didapat oleh selainnya.

Shamsir juga menyatakan MGA Al-Masih. Padahal, dalam Tadzkirah disebutkan MGA bukan hanya Al-Masih, tapi MGA adalah Al-Masih putra Maryam ( Hal 192, 219, 222, 223, 243, 280, 378, 380, 387, 401, 496, 579, 622, 637, dan 639). Di sini Shamsir Ali berusaha menyembunyikan keanehan akidahnya.

Dalam kitab Tadzkirah hal 412 baris kedua dan hal 436 baris 2-3 tertulis bahwa MGA disamakan dengan anak Allah dan di hal 636 baris 13 disamakan pula dengan ’Arsy. Tadzkirah menyebutkan kedudukan MGA sama dengan ketauhidan dan keesaan Allah (hal 15, 196, 223, 246, 368, 276, 381, 395, 496, 579, 636). Lalu MGA menyatu dengan Allah dan menjadi Allah, lalu MGA yang menciptakan langit dan bumi (hal 195-197, 696 dan 700). Di hal 51 baris 4 tertulis firman Allah kepada MGA Yaa Ahmad yatimmu ismuka wa laa yatimmu ismii (Hai Ahmad, sempurna namamu, dan tidak sempurna nama-Ku). Lihat juga di hal 245, 277, dan 366.

Kedua, soal Kitab Suci. Ahmadiyah memang mengakui Alquran Kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tapi Ahmadiyah tidak mengakuinya sebagai Kitab Suci terakhir. Kalaupun Ahmadiyah mengakui Alquran sebagai Kitab Suci terakhir, dibatasi hanya sebagai wahyu syariat yang terakhir, sedang wahyu nonsyariat tetap ada sampai akhir zaman.

Menurut Ahmadiyah, kitab Tadzkirah kumpulan wahyu suci dari Allah SWT kepada MGA yang kedudukannya sama dengan Kitab Suci. Shamsir Ali boleh mengelak tentang penisbahan penulisan Tadzkirah kepada MGA, tapi dia tidak bisa memungkiri bahwa isi kandungan Tadzkirah berasal dari MGA.

Isi Tadzkirah menurut Ahmadyah kumpulan wahyu Allah SWT kepada MGA. Dia juga tidak bisa mengelak bahwa yang tulis, cetak, perbanyak, dan sebarluaskan Tadzkirah ke seluruh dunia adalah Ahmadiyah sendiri. Dalam 12 poin komitmen Ahmadiyah, Departemen Agama tertanggal 14 Januari 2008 dinyatakan Tadzkirah catatan pengalaman rohani MGA.

Pada awal kitab Tadzkirah tertulis bahwa Tadzkirah adalah Wahyun Muqoddas (wahyu yang suci). Di hal 43 baris 8, tertulis ucapan MGA Khoothobani Robbii wa Qoola (Tuhanku bicara langsung kepadaku dan berfirman). Di Hal 278, 369, 376, dan 637 tertulis Allah menurunkan Tadzkirah di sekitar Qodiyan. Di hal 668 baris 12 tertulis MGA sama dengan Alquran dan dia akan mendapatkan Al-Furqon.

Bagaimana bisa disamakan antara Islam yang beriman bahwa Muhammad penutup para nabi dan Alquran Kitab Suci terakhir dengan Ahmadiyah yang beriman bahwa setelah Muhammad ada nabi baru bernama MGA, dan bahwa setelah Alquran ada kitab suci baru bernama Tadzkirah yang diturunkan kepada MGA di Qodiyan, India?

Bagaimana pula bisa disamakan antara Islam yang berakidah lurus dan benar dengan akidah aneh Ahmadiyah yang meyakini MGA makhluk yang termulia, dan namanya lebih sempurna dari nama Allah serta MGA sama dengan ’Arsy' dan anak Allah. Bahkan, menyatu dengan Allah dan jadi Allah? Ini persoalan ushuluddin yang sangat prinsip dan mendasar.

Ketiga, soal Ahmadiyah antek kolonialisme, bukan fitnah, tapi MGA sendiri yang mengaku. Dalam kitab Ruhani Khazain yang merupakan kumpulan karya MGA, Vol 3 Hal 21, MGA menyatakan kesediaan berkorban nyawa dan darah bagi Inggris yang saat itu menjajah India. Di hal 166 pada volume yang sama, MGA mewajibkan berterima kasih kepada Inggris yang diakui sebagai pemerintah yang diberkahi. Di volume 8 Hal 36, MGA mengaku sebagai pelayan setia Inggris, lihat juga di volume 15 Hal 155 dan 156. Puncaknya di volume 16 hal 26 dan vol 17 hal 443, MGA menghapuskan hukum jihad.

Pada 1857 tatkala terjadi pemberontakan besar yang dilakukan kaum Muslimin India terhadap penjajah Inggris, ayah MGA yang bernama Ghulam Murtaza (Murtadha) ikut pasukan Inggris untuk membantai kaum Muslimin. MGA sendiri yang cerita dalam kitab Tuhfah Qaishariyah hal16.

Itulah sebabnya Ahmadiyah disayang dan dipelihara Inggris hingga hari ini. Itu pula yang menjadi sebab Belanda tertarik menghadirkan Ahmadiyah di Indonesia pada 1925. Para pelajar Jawa dan Sumatra di India yang disebut-sebut Shamsir Ali sebagai pembawa Ahmadiyah ke Indonesia hanya kamuflase. Intinya mereka antek Belanda.

Dalam sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda, Inggris, Portugis, dan Jepang di Indonesia tidak ada seorang Ahmadiyah pun yang terlibat. Ada pun nama seorang Ahmadiyah yang disebut-sebut Shamsir Ali sebagai anggota Panitia Pemulihan Pemerintahan RI dan mendapat Bintang Jasa Kehormatan dari Pemerintah RI masih harus diteliti dan diperiksa kebenarannya.

Kalaupun benar, itu tidak berarti menjadi bukti kebenaran Ahmadiyah. Banyak antek penjajah saat menjelang kemerdekaan RI balik badan secara tiba-tiba untuk mendukung Pemerintah RI. Mereka menyalip di tikungan dan menjadi pahlawan kesiangan. Mereka pengkhianat yang mencari selamat dan manfaat.

Keempat, soal legalitas Ahmadiyah di Indonesia. Ahmadiyah pernah dilegalkan berdasarkan SK Menteri Kehakiman RI No JA / 23 / 13 tertanggal 13 Maret 1953 yang kemudian dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI No 26 tanggal 31 Maret 1953. Tapi, patut diperhatikan, SK itu kadaluwarsa dan secara hukum tidak berlaku dengan adanya Perpres No 1 Tahun 1965 tentang Penodaan Agama dan KUHP Pasal 156a tentang Penistaan Agama.

Karenanya, legitimasi Ahmadiyah terus dikoreksi secara berturut-turut melalui berbagai SK yang melarang Ahmadiyah di berbagai daerah, antara lain SK Kejari Subang, Jabar, Tahun 1976, SK Kejati Sulsel Tahun 1977, SK Kejari Lombok Timur Tahun 1983, SE Dirjen Bimas Islam, Depag, Tahun 1984, SK Kejari Sidenreng, Sulsel, Tahun 1986, SK Kejari Kerinci, Jambi, Tahun 1989, SK Kejari Tarakan, Kaltim, Tahun 1989, SK Kejari Meulaboh, Aceh Barat, Tahun 1990, SK Kejati Sumut Tahun 1994, SKB Muspida Kuningan, Jabar, Tahun 2003, SKB Muspida Bogor, Jabar, Tahun 2005, Rekomendasi Bakorpakem 18 Januari 2005 tanggal 16 April 2008.

Kelima, soal prestasi dunia Ahmadiyah. Shamsir begitu bangga dengan banyaknya cabang Ahmadiyah di dunia, pembangunan tempat ibadah, sekolah, stasiun televisi, dan sebagainya. Lalu, dia menjadikan semua itu sebagai bukti kebenaran Ahmadiyah.

Apakah keberhasilan Yahudi dan Nashrani di dunia berarti mereka benar dan lurus? Sekali-kali tidak. Islam sangat menghargai kebebasan beragama, tapi Islam tidak pernah menolerir penodaan agama. Islam mengharamkan pemaksaan umat agama lain untuk masuk ke dalam agama Islam, bahkan mengharamkan segala bentuk penghinaan dan gangguan terhadap umat agama lain.

Agama lain, seperti Kristen , Budha, dan Hindu memiliki agama dan konsep ajaran sendiri sehingga mesti dihargai dan dihormati serta tidak boleh diganggu selama mereka tidak mengganggu Islam. Sedang Ahmadiyah mengatasnamakan Islam, tapi menyelewengkan ajaran Islam sehingga mereka sudah menyerang, mengganggu, dan merusak Islam. Itulah penodaan agama. Karenanya, mereka mesti dilawan dan dilenyapkan untuk menjaga kemurnian ajaran Islam.



sumber : swaramuslim
dari : www.ujecentre.com

Selanjutnya......